KAPUAS HULU, Kalbar
Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Act Sweep (LIBAS) mendesak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) untuk mengusut dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek peningkatan ruas jalan Sauk Atas, Desa Seberu menuju Entibab (Nanga Lungu) di Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu.
Proyek tersebut merupakan bagian dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 yang bertujuan mempercepat peningkatan konektivitas antarwilayah, khususnya di daerah tertinggal. Namun, pelaksanaan di lapangan diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan.
Kualitas Jalan Dipertanyakan
Berdasarkan pantauan di lapangan, kondisi fisik jalan menunjukkan indikasi penurunan kualitas meski belum genap satu tahun sejak proyek tersebut dinyatakan rampung pada 2024. Sejumlah titik aspal dilaporkan telah mengalami kerusakan berupa retakan dan lubang, padahal ruas jalan tersebut belum digunakan secara intensif oleh masyarakat.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait ketebalan lapisan aspal serta mutu material yang digunakan dalam pengerjaan proyek.
Dugaan Pengerjaan Asal Jadi
LSM LIBAS menilai adanya indikasi pengerjaan yang tidak maksimal oleh PT Mutiara Ghina Khatulistiwa selaku kontraktor pelaksana. Meski telah dilakukan upaya tambal sulam di sejumlah titik, perbaikan tersebut dinilai tidak menyentuh akar persoalan kualitas konstruksi.
Kerusakan dini pada badan jalan dinilai menguatkan dugaan bahwa pekerjaan dilakukan secara tidak profesional dan berpotensi mengarah pada pengurangan volume pekerjaan demi keuntungan pihak tertentu.
Indikasi Markup dan Pelanggaran Spesifikasi
Proyek yang saat ini masih berada dalam masa pemeliharaan justru menunjukkan kondisi yang jauh dari standar teknis. Situasi tersebut memunculkan dugaan adanya markup volume pekerjaan serta ketidaksesuaian spesifikasi teknis yang berpotensi merugikan keuangan negara.
LSM LIBAS Siapkan Laporan Resmi
Ketua Umum LSM LIBAS, Jasli, menyampaikan pihaknya tengah menyiapkan laporan awal untuk disampaikan kepada aparat penegak hukum, termasuk Kejati Kalbar.
“Kami melihat hasil pekerjaan tidak mencerminkan kualitas proyek infrastruktur negara. Kerusakan yang terjadi dalam waktu singkat mengindikasikan adanya penyimpangan serius. Kami menduga telah terjadi praktik korupsi dalam proyek ini,” ujar Jasli.
Tinjauan Hukum dan Potensi Sanksi
Apabila dugaan tersebut terbukti, pihak-pihak yang terlibat dapat dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ancaman pidana mencakup hukuman penjara hingga 20 tahun serta denda maksimal Rp1 miliar, tergantung pada tingkat kesalahan dan besaran kerugian negara. Selain sanksi pidana, kontraktor juga dapat dikenai sanksi administratif hingga masuk daftar hitam proyek pemerintah.
