Dilema Penambangan Ilegal di Melawi: Antara Desakan Ekonomi dan Penegakan Hukum


Melawi, Kalbar —
Penangkapan tiga pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Nanga Kayan, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, pada 30 April 2025, menyisakan polemik dan keprihatinan dari berbagai pihak. Di tengah keterbatasan ekonomi, aktivitas tambang ilegal yang masih marak dinilai sebagai jalan terpaksa yang diambil sebagian masyarakat.

Ketua Umum Lembaga Informasi Borneo Act Sweep (LIBAS), Jasli, menggelar diskusi terbuka bersama Kepala Desa Nanga Kayan, Hamdan, pada Senin (5/5/2025). Pertemuan tersebut menjadi ruang refleksi antara kebutuhan ekonomi warga dan kewajiban penegakan hukum oleh aparat.

Kepala Desa Hamdan tidak membantah bahwa aktivitas PETI masih berlangsung di wilayahnya. Ia menyebut, keterbatasan lapangan pekerjaan membuat sebagian besar warganya tidak memiliki pilihan lain selain bekerja di tambang emas ilegal.

"Kalau dari karet, paling hanya 10 persen masyarakat yang bertahan. Sisanya terpaksa menambang demi menyambung hidup, walau sadar ada risiko hukum," ujar Hamdan dalam pertemuan yang berlangsung santai namun penuh makna itu.

Hamdan berharap pemerintah dapat memberikan solusi nyata, salah satunya dengan mendorong penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar masyarakat bisa bekerja secara legal dan aman. Ia juga mengapresiasi tugas aparat penegak hukum, namun berharap ada pendekatan yang lebih manusiawi dalam menyikapi fenomena PETI.

"Kami tidak menyalahkan polisi, mereka juga menjalankan tugas. Tapi kami berharap ada jalan tengah yang tidak merugikan masyarakat kecil," tambahnya.

Senada dengan itu, Ketum LIBAS, Jasli, menilai bahwa penindakan terhadap PETI seharusnya tidak dilakukan secara tebang pilih. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk menindak pula para pemodal dan cukong yang membeli hasil tambang ilegal, bukan hanya menjerat para pekerja lapangan.

"Jika aparat hanya menyasar pekerja kecil, tanpa menyentuh cukong dan pembeli emas ilegal, ini menciptakan ketimpangan dan kesenjangan keadilan di masyarakat," tegas Jasli.

Situasi ini mencerminkan dilema yang dihadapi banyak wilayah di Kalimantan Barat. Di satu sisi, hukum harus ditegakkan untuk melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan sumber daya alam. Di sisi lain, kebutuhan hidup yang mendesak membuat masyarakat terpaksa menempuh jalur ilegal.

Masyarakat berharap pemerintah pusat maupun daerah dapat segera merumuskan kebijakan yang mampu menjembatani kebutuhan ekonomi warga dengan prinsip hukum yang adil dan berkeadilan sosial.

Posting Komentar untuk "Dilema Penambangan Ilegal di Melawi: Antara Desakan Ekonomi dan Penegakan Hukum"